Jakarta, Kemendikbud ---
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa aktif melakukan sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia di
ruang publik. Salah satu upaya yang berhasil dilakukan adalah pemberian nama
“Simpang Susun Semanggi” yang sebelumnya akan diberi nama “Semanggi
Interchange”. Contoh lain adalah diakomodasinya pengutamaan penggunaan bahasa
Indonesia pada papan informasi di Bandara Internasional Soekarno Hatta oleh PT
Angkasa Pura II.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar mengatakan, Badan Bahasa terus berupaya
menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Ia mengatakan, pada UU No.24/2009
Pasal 36 ayat 3 tercantum bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama
bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks
perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang
didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
“Memang tantangan kami sangat
tidak mudah. Di kota-kota besar, misalnya Jakarta, iklan-iklan yang menggunakan
bahasa asing sangat merajalela,” ujarnya saat Taklimat Media Kilas Balik
Kinerja Kemendikbud Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2018, di Kantor
Kemendikbud, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
Dalam penamaan Simpang Susun
Semanggi, Badan Bahasa Kemendikbud aktif berkoordinasi dengan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2016, Badan Bahasa bertemu dengan Gubernur DKI
Jakarta, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan para wali kota untuk mendiskusikan
penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, salah satunya mengajukan nama
“Simpang Susun Semanggi” untuk mengganti nama “Semanggi Interchange”.
“Jadi kami berupaya betul-betul
agar namanya jangan berbahasa asing. Masak ikon bangsa berbahasa asing? Padahal
kita ada lembaga kebahasaan yang salah satu tugasnya menjaga marwah itu,” kata
Dadang.
Lebih lanjut ia menjelaskan,
Badan Bahasa juga aktif berkoordinasi dengan PT Angkasa Pura II untuk
menggunakan bahasa Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno
Hatta, khususnya pada papan informasi atau papan petunjuk. Awalnya, tutur
Dadang, hampir semua papan informasi di Terminal 3 Bandara Internasional
Soekarno Hatta menggunakan bahasa Inggris, dan sangat sedikit yang berbahasa
Indonesia.
“Kami minta itu dibalik, dan
sekarang sudah terjadi. Semua perintah atau penunjuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan karakter huruf yang lebih besar. Kemudian kalau ada bahasa
Inggris, ditulis di bawahnya dengan karakter huruf lebih kecil,” ujar Dadang.
Selain itu, Badan Bahasa juga mengajukan penggunaan nama “Kalayang” yang
merupakan akronim dari “kereta api layang”, sebagai padanan kata dari “Sky
Train” di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Menurut Dadang, saat ini sudah
banyak negara yang menggunakan dua bahasa dalam papan petunjuk atau papan
informasi di ruang publiknya. Ia berharap Indonesia pun bisa menerapkan hal
yang sama sesuai amanat UU No.24/2009. Dadang menuturkan, intisari dari
undang-undang tersebut sebenarnya adalah utamakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. “Jadi kita
diperintahkan juga untuk menguasai bahasa asing. Tapi persoalannya adalah
jangan sampai tertukar. Jangan sampai rasa nasionalisme kita berkurang. Jangan
sampai ruang publik kita dipenuhi oleh berbagai tulisan bahasa asing sehingga
kedaulatan bahasa itu tidak terjadi. Karena bahasa Indonesia harus menjadi tuan
rumah di negaranya sendiri,” (www.kemdikbud.go.id)